HARUS BERLAKU MULAI 1 MEI 1963

HARUS BERLAKU MULAI 1 MEI 1963 [1]

 

29 Oktober 1962

Kemarin saya dengar dari seorang teman yang menjadi perwira tinggi di MBAD bahwa ketika pada hari Sabtu siang tanggal 27 Oktober ia hendak pulang ke rumah diketahuinya tentang telah adanya keputusan Presiden selaku Panglima Besar untuk menghapuskan Keadaan Bahaya (SOB) yang harus berlaku mulai tanggal 1 Mei 1963.

Teman saya itu agak heran. Sebab Dewan Pertahanan Nasional baru saja disidang tanggal 25 Oktober memperbincangkan soal penghapusan Keadaan Bahaya dan ketika itu dibentuk sebuah Panitia Penghapusan Keadaan Bahaya yang harus memberikan pendapatnya sebelum bulan Desember ini. Ei, tahu-tahu kini sudah keluar keputusan Presiden tadi.

“Tidakkah itu suatu paradoks?” tanya perwira tadi. “Dan ada satu kalimat dalam keputusan Presiden itu yang kurang saya senangi. Yaitu yang maksudnya agar kaum militer sejak sekarang harus mengundurkan diri dari segala kegiatan ekonomi, “ditambahkannya.

Selanjutnya ia mengatakan kalau demikian apa gunanya Panitia yang dibentuk itu? Pihak MBAD hari Jumat lalu sudah siap dengan kertas kerja berisi saran-saran tentang bagaimana dihapuskan keadaan bahaya. Tahu-tahu kini ia dihadapkan kepada suatu fait-accompli.

Di bidang lain saya dengar Mr. Tamzil, Duta Besar RI di Prancis kini ada di Jakarta untuk mengurus dengan pihak pemerintah supaya kedutaannya mendapat dana pembayar gaji pegawai kedutaan. Memang, devisa sangat langka sehingga perwakilan-perwakilan RI menjerit dibuatnya. Anehnya, devisa sedikit, toh Presiden Sukarno akan berangkat ke luar negeri lagi yaitu tanggal 2 November untuk beristirahat selama tiga minggu di Jepang.

Dalam majalah Time tanggal 5 Oktober lalu dimuat sebuah cerita tentang Indonesia. Presiden Sukarno dilukiskan sebagai the master builder yang sudah atau hendak mendirikan mesjid terbesar di dunia (lstiqlal), monumen nasional, monumen pembebasan Irian Barat, stadion Asian Games (ini memakan biaya $ 17 juta). Tetapi di samping nafsu mendirikan bangunan-bangunan besar itu keadaan penghidupan rakyat sengsara amat. Tidak heran bila di bawah sebuah gambar yang memperlihatkan upacara , pembukaan Asian Games majalah Time mencantumkan keterangan:

“Building big, spending big, helping littl(Membangun banyak, mengeluarkan biaya banyak,menolong sedikit)”. (SA)

 

[1] Catatan wartawan senior Rosihan Anwar, suasana sosial politik bangsa Indonesia, menjelang peristiwa G30S-PKI 1965, antara tahun 1961-1965. Dikutip dari buku “Sebelum Prahara: Pergolakan Politik Indonesia 1961-1965”, Jakarta : Sinar Harapan, 1980, hal. 266-267.

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.