BENDERA BELANDA TURUN di IRIAN BARAT

BENDERA BELANDA TURUN di IRIAN BARAT [1]

 

31 Desember 1962

 

Hari ini di Kotabaru diadakan upacara penurunan bendera Belanda “Rood-wit-blauw” dan penaikan bendera Indonesia Sang Merah Putih yang berkibar di samping bendera PBB. Ini sesuai dengan ketentuan persetujuan New York mengenai Irian Barat. Khusus untuk upacara itu Presiden mengutus Mayjen A. Yani ke Irian Barat. Presiden kini dapat menepuk dada dan mengatakan benarlah sebelum ayam berkokok pada fajar 1 Januari 1963 Sang Merah Putih telah berkibar di atas bumi Irian Barat.

Dua hari yang lalu Presiden memberikan persetujuannya terhadap rencana mendirikan department store “Sarinah”. Pembangunan department store ini akan menggunakan uang pampasan perang Jepang dan harus selesai pada akhir tahun 1964 sehingga pada pertengahan 1965 toko yang menjulang di Jalan Thamrin itu sudah dapat melayani penjualan aneka ragam barang kebutuhan.

Presiden tampaknya mau mengatasi kesulitan rakyat di bidang sandang pangan tetapi bahkan pendukung paling gigih dari rezimnya telah memberikan kecaman. Politbiro CC PKI menyatakan:

“Tahun 1962 dari awal sampai akhirnya adalah tahun di mana kesulitan-kesulitan sandangan pangan bagi rakyat banyak terus-menerus semakin memuncak. Ini berarti bahwa pasal pertama dari Tri Program pemerintah yaitu melengkapi sandang pangan rakyat tidak terpenuhi”.

Pada hari ini seperti pada hari-hari sebelumnya hujan lebat turun di Ibu Kota. Tetapi hal itu tidak menghalangi orang merayakan “oud en nieuw” atau pergantian tahun yang dimaksud dalam hal ini tentu orang yang mempunyai uang dan mampu pergi ke tempat-tempat dansa umum seperti hotel Indonesia, Hotel Duta Indonesia, Restoran Airport dan Wisma Nusantara.

Sebuah kapal “Oriental Queen” bertolak dari priok dengan membawa orang-orang yang merayakan “oud en nieuw” di tengah laut komplit dengan band segala. Saya sendiri dengan kawan-kawan berkumpul dirumah Idham dan duduk-duduk disana menantikan sirnanya tahun 1962.

“Mudah-mudahan tahun baru akan membawa perbaikan bagi kita”, kata seorang teman kepada saya. “Insya Allah”, jawab saya. (SA)

 

[1] Catatan wartawan senior Rosihan Anwar, suasana sosial politik bangsa Indonesia, menjelang peristiwa G30S-PKI 1965, antara tahun 1961-1965. Dikutip dari buku “Sebelum Prahara: Pergolakan Politik Indonesia 1961-1965”, Jakarta : Sinar Harapan, 1980, hal. 313-314.

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.