Pembersihan Sisa-Sisa Pemberontak PKI Madiun di Jawa Tengah (2): Pembersihan di Karesidenan Kedu dan Banyumas

 

Pembersihan Sisa-Sisa Pemberontak PKI Madiun di Jawa Tengah (2): Pembersihan di Karesidenan Kedu dan Banyumas [1]

Daerah Kedu merupakan pusat Laskar Rakyat pimpinan Ir. Sakirman. Seperti halnya di Yogyakarta, daerah ini oleh Pemerintah RI diupayakan agar bersih dari sisa-sisa PKI. Guna menghadapi para pemberontak, Kolonel Bambang Sugeng (Panglima Militer III) memerintahkan untuk membubarkan semua organisasi yang memihak PKI dan menangkapi pemimpinnya. Kemudian dibentuk Staf Operasi, di bawah pimpinan Letnan Kolonel Edie Sukardi, Komandan Brigade 14 untuk segera melaksanakan operasi membersihkan PKI di daerah Kedu.[2]

Sementara itu para pendukung PKI di wilayah Divisi III berkekuatan 3 Batalyon dari Brigade Martono.[3] Mereka berada di sebelah barat laut Magelang dengan tugas untuk mengacaukan hubungan pasukan TNI dan front barat (Sektor Banjarnegara). Pada malam hari mereka sering mengadakan serangan gangguan ke kota Magelang, Temanggung dan Parakan. FDR/PKI dan bekas Biro Perjuangan membentuk suatu pemerintahan Front Nasional yang berpusat di Parakan yang didukung oleh Batalyon Machmud Hernawi dari Brigade Martono.[4]

Di Sawangan dan Tegalrejo (sebelah timur Magelang), para pemberontak berhasil merebut daerah itu. Di desa Sorong dan desa Pakelan (Magelang Selatan) mereka menyerang kesatuan polisi. Pada tanggal 29 September 1948 kurang lebih satu kompi pasukan PKI menyerang asrama TNI Batalyon Sudarman di Magelang. Pusat kota Magelang juga mendapat serangan dari arah barat dan timur. Aksi-aksi lain yang dilancarkan oleh PKI seperti penculikan pada tanggal 25 September 1948 di Parakan. Mereka menculik 60 orang aparat negara dan pemuka masyarakat, di antaranya Wedana Parakan, Wedana Kretek dan Asisten Wedana Kretek, seorang pemilik sekolah, penghulu, Candiroto, Kapten Sumantri dan Letnan Muda Suwadji. Sebelumnya pada tanggal 24 September 1948 PKI menyerbu Kantor Polisi Parakan.[5]

Di Kedu Selatan pasukan dari Brigade 10 mengalami kesulitan pada waktu mengadakan pembersihan sisa-sisa gerombolan PKI, terutama dalam menghadapi rakyat dan Laskar- Laskar yang telah dipengaruhi komunis. Purworejo dan sekitarnya mengalami keadaan genting, di sana PKI melakukan agitasi dan aksi sabotase dengan merusak jalan kereta api. Upaya mengatasi keadaan itu, para komandan pasukan diperintahkan untuk memisahkan antara laskar yang setia kepada pemerintah dengan lawan. Mereka yang setia diajak bekerjasama melaksanakan keamanan dan ketertiban.[6]

Gerakan pembersihan berlanjut dilancarkan oleh Brigade 14 pimpinan Letnan Kolonel Edie Sukardi di daerah Kedu. Pada tanggal 24 September 1948 terjadi pertempuran antara pasukan pemerintah dengan para pemberontak selama beberapa jam di Sawangan, 20 km di sebelah timur laut Magelang. Setelah kota itu dapat direbut oleh pasukan TNI, maka pemimpin-pemimpin komunis segera ditangkap. Pembersihan dilanjutkan ke Tegalrejo, 15 km sebelah timur kota Magelang. Dalam waktu singkat daerah inipun dapat direbut kembali. Pemerintah juga melakukan pembersihan terhadap pejabat-pejabatnya antara lain dengan melakukan pemecatan terhadap M. Soemarman, Walikota Muda Magelang.[7] Pihak pasukan TNI juga melancarkan serangan ke desa Pakelan di Mertoyudan sebelah selatan. Di sini berhasil menangkap pemimpin pemberontak setempat bernama Letnan Soerip dan Letnan Said. Seorang pemberontak tewas dan sisanya melarikan diri ke arah selatan Gunung Tidar.

Selanjutnya pasukan TNI menuju daerah Parakan. Pada tanggal 27 September 1948 Parakan dapat direbut kembali, dan Mayor Salomon dan Mayor Sakri yang ditawan oleh pemberontak dapat dibebaskan. Jatuhnya Parakan ke tangan pasukan kita menyebabkan pasukan pemberontak tercerai berai, ada yang melarikan diri ke Candiroto dan ada yang ke daerah Wonosobo yang pada saat itu telah diduduki oleh Brigade Bachrum untuk mengamankan tempat itu. Para pemberontak yang melarikan diri ke utara menuju desa Biting yang berjarak kurang lebih 2 km dari garis demarkasi antara Kretek dan Candiroto. Pasukan gabungan TNI dan Polri di bawah pimpinan Mayor Panuju mengadakan pengepungan yang menyebabkan hubungan pemberontak dengan Kretek terputus, akibatnya pengiriman bahan makanan menjadi terhenti. Sementara itu bekas Mayor Machmud Hernawi dan pasukannya mundur dari Parakan menuju Tambi, sebelah selatan Wonosobo. Di Tambi pasukan Machmud Hernawi dapat dipatahkan dan ia sendiri berhasil ditawan oleh pasukan Sakri dari Brigade 14/Edie Sukardi. Sisa-sisa pasukan pemberontak yang melarikan diri dikejar terus oleh pasukan pemerintah. Akhirnya pasukan pemberontak di bawah pimpinan kapten Sugomo yang melarikan diri ke daerah Wonosobo, pada tanggal 10 Oktober 1948 berhasil ditawan. Mereka merupakan pasukan pemberontak terakhir di daerah Kedu. Sebelumnya 35 orang pemberontak antara lain Kapten Sukotjo, yang melarikan diri ke Gunung Prahu menyerahkan diri kepada pasukan TNI di Candiroto. Sebagian pasukan pemberontak yang melarikan diri, satu peleton telah menyerahkan diri pada pos Belanda di garis demarkasi di desa Sukorejo sebelah barat Semarang. Mereka dilucuti senjatanya dan ditawan oleh Belanda,[8] Dalam operasi pembersihan di Magelang ini telah ditangkap antara lain Supradjo ketua FDR Magelang, beserta 40 orang tokoh pemberontak lainnya.

Di daerah Banyumas, PKI berhasil mempengaruhi penduduk di sekitar Banjarnegara. Mereka juga mengadakan infiltrasi ke daerah-daerah pendudukan Belanda. Hal itu diperkuat dengan hasil laporan Letnan Kolonel Mochammad Bachrum Komandan STC Banyumas di Banjamegara. Sementara itu di daerah Kebumen para pemberontak membuat kerusuhan-kerusuhan yang menyebabkan keadaan menjadi kacau dan menimbulkan kepanikan di kalangan penduduk.

***

[1] Sumber : Buku “Komunisme di Indonesia Jilid II: Penumpasan Pemberontakan PKI 1948, Jakarta: Pusjarah TNI, 1999

[2] Kolonel Warsito, Pemberontakan PKI Madiun 1948 dan Penumpasannya. Manuskrip, 1983

[3] Brigade Martono sebelum Rera bernama Brigade Djoko Oentoeng, merupakan Brigade Kelaskaran yang berkekuatan 4 resimen, 3 resimen diantaranya berasal dari Pesindo, Laskar Rakyat. Laskar Merah yang Pro PKI.Sesudah Rera menjadi Brigade IV berkekuatan 3 batalyon (Sugiri, Mahmud, Hernawi dan Moh. Anas)

[4] Min Pao, 7 Oktober 1948

[5] DR. A.H. Nasution, op. Ci.,hal. 374

[6] Soeloeh Rakjat, 7 Oktober 1948

[7] Soeloeh Rakjat, 4 Oktober 1948

[8] Soeloeh Rakjat. 28 September 1948; DR. A.H. Nasution, op. Cit., hal.375

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.