Operasi Penumpasan PKI Madiun ke Utara (3): Gerakan Operasi dari Gundih sampai ke Kudus

Operasi Penumpasan PKI Madiun ke Utara (3): Gerakan Operasi dari Gundih sampai ke Kudus[1]

 

Setelah pasukan mengadakan konsolidasi di Gundih, operasi dilanjutkan ke Purwodadi. Batalyon Kala Hitam diperintahkan bergerak ke Wirosari. Sedangkan pasukan yang ditugasi membebaskan Purwodadi adalah Batalyon Kosasih, Batalyon Soeryosoempeno, Kompi Sudijono, satuan Artileri, Kompi Brimob/ Polisi dan Kompi Tentara Pelajar.[2]

Pengaruh PKI di daerah utara ini cukup kuat terutama di beberapa tempat antara lain di Purwodadi. Di daerah Purwodadi ini terdapat kekuatan militer para pemberontak, yaitu Brigade TLRI Soejoto dan Batalyon Purnawi, gabungan badan-badan kelaskaran seperti Pesindo dan Laskar Rakyat, di samping itu terdapat pula Batalyon Martono (teritorial) dan Batalyon Yusmin. Di daerah Purwodadi ini PKI melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat meresahkan rakyat yaitu dengan jalan mengadakan penghancuran jembatan-jembatan yang menghubungkan Solo ke daerah utara. Kerusakan sedemikian parahnya sehingga jembatan Kalioso sukar diperbaiki oleh Jawatan Kereta Api dalam waktu yang singkat,[3] sedangkan yang tidak sempat dirusak oleh pasukan PKI adalah gedung Bank Rakyat dan Kantor Perusahaan Listrik.

Di samping itu, pasukan PKI juga melakukan perebutan kekuasaan di daerah Purwodadi. Pada tanggal 25 September 1948 Letnan Kolonel Soejoto Komandan Brigade TLRI yang pada saat itu menjabat sebagai pemimpin tertinggi militer PKI Purwodadi, di Pendopo kabupaten mengumumkan berdirinya Front Nasional (daerah Semarang). Di kota ini juga berkumpul para tokoh PKl seperti Residen (PKI) untuk daerah Semarang. S. Kama, Kepala Polisi Semarang Widagdo, Singgih, Sujadi, Kusup dan Kaseno Bupati (PKI) Grobogan.

Karena pertahanan pemberontak di Purwodadi diperkirakan sangat kuat, dan untuk menjaga agar rakyat tidak menjadi korban karena pertempuran, maka Gubernur Militer Kolonel Gatot Soebroto meminta kepada Kepala Staf Angkatan Udara agar dilakukan pemboman terhadap kedudukan pemberontak. Oleh karena hal itu tidak mungkin dilakukan, maka dipertimbangkan untuk melakukan kejutan saja terhadap pemberontak. Pemberontak harus dikejutkan dengan pemboman.[4] Untuk memberikan daya kejut itu pimpinan AURI memerintahkan Kadet Udara I Aryono, menggunakan pesawat jenis cureng untuk mengebom Purwodadi. Sebagai pelempar bom dipercayakan kepada Suwondo. Bom yang dilemparkan dua buah masing-masing seberat 50 kg. Salah satu bomnya mengenai paviliun kabupaten.[5]

Meskipun pemboman itu tidak tepat mengenai sasaran, namun peristiwa itu cukup memberikan pukulan moril kepada pemberontak. Mereka melarikan diri tanpa melakukan pengrusakan, pembumi hangusan maupun pembunuhan. Dengan demikian rakyat Purwodadi selamat dari tindakan pembunuhan dan penganiayaan.

Waktu pasukan Kosasih akan memasuki Purwodadi, moril musuh sudah sangat menurun karena selain pemboman, ditambah dengan kejutan berupa tembakan artileri. Purwodadi yang dipertahankan oleh Batalyon Purnawi dan pasukan Brigade TLRI Soejoto berhasil dibebaskan pada tanggal 15 Oktober 1948 tanpa perlawanan. Dari penyerbuan ke Purwodadi itu Komandan Operasi ke Utara mendapat pengalaman baru :

  1. Operasi bersama buat pertama kalinya dengan Angkatan lain yaitu AURI dan Mobrig Polisi.
  2. Operasi dengan bantuan tembakan artileri.

Dari Purwodadi Batalyon A. Kosasih bergerak kembali merebut Wirosari yang setelah ditinggalkan oleh Batalyon Kala Hitam diduduki kembali oleh pemberontak (Batalyon Purnawi) yang mundur dari Purwodadi. Batalyon Soeryosoempeno diperintahkan untuk tetap berada di Purwodadi, dengan tugas pengamanan dan mengurus tawanan. Untuk mengganti Batalyon Soeryosoempeno pada bulan November 1948 Gubernur Militer II memerintahkan Batalyon Sudarmono (Batalyon Condrobirowo)[6] berangkat ke daerah Purwodadi untuk menggantikan Batalyon Soeryosoempeno. Dari Solo Batalyon Sudarmono menuju ke Gundih sebagai awal tugasnya di daerah Purwodadi.

Pada tanggal 18 Oktober 1948 pukul 06.00 Wirosari dapat direbut kembali dari tangan pemberontak. Pasukan A. Kosasih mendapat perlawanan yang berat dari pemberontak (Batalyon Purnawi). Bahkan Komandan Batalyonnya sendiri sewaktu memasuki Wirosari nyaris tertembak oleh penembak runduk yang bersembunyi di sebuah rumah. Namun pengawal-pengawal Mayor A Kosasih dapat menghentikan tembakan senjata musuh. Rumah itu hancur dan anggota pemberontak tersebut tewas sehingga Dan Yon terlepas dari peluru maut.

Setelah menduduki Wirosari, Mayor A Kosasih kembali mempergunakan taktik menjebak musuh dengan serangan fajar seperti yang pernah dilakukan di Kalioso. Berita yang dilansir dan desas-desus disebarkan sebagai informasi, bahwa “sesudah direbutnya Wirosari, maka sekitar pukul 10.00 Batalyon A. Kosasih akan meninggalkan Wirosari dan meneruskan gerakannya ke kota lain”. Memang benar pasukan Kosasih bergerak menuju ke luar kota pada waktu yang ditentukan. Sementara itu pemberontak masuk kembali ke Wirosari. Pada waktu fajar hari berikutnya diadakan serangan pendadakan ke daerah Wirosari. Hasilnya pasukan pemberontak banyak yang tertangkap dan menyerah.

Pasukan yang ditugaskan operasi ke utara ini tidak membawa cukup perbekalan. Yang terpenting pasukan bisa membawa amunisi yang cukup. Karena Mayor A. Kosasih berpendirian bahwa di setiap kota yang direbut akan mudah mendapatkan bantuan makanan. Namun kenyataannya tidak demikian. Pasukan sulit mendapatkan makanan pada waktu melaksanakan gerakan. Suplai makanan biasanya baru datang selang beberapa hari, setelah tugas selesai. Hal ini karena sulitnya transportasi sehingga bantuan makanan agak terlambat.

Pembersihan di Wirosari berlangsung selama tiga hari. Atas pemerintah Komandan Brigade dan disaksikan oleh Panglima KRU diadakan pembagian tugas antara Batalyon Kosasih dan Batalyon Kala Hitam serta Komandan Brigade 12, pasukan Kosasih meneruskan gerakan operasinya ke Purwodadi dan Grobogan. Setelah enam jam berjalan kaki, Purwodadi dan Grobogan dapat diduduki tanpa perlawanan.

Di Grobogan pasukan beristirahat agak lama, pasukan Priyatno dari Kompi Sudiyono Yon Muchdi memasuki kota Purwodadi. Di rumah sakit kota ini ditemukan beberapa tokoh masyarakat yang dibunuh PKI, antara lain Ir. Sofwan, Dr. Syamsu, dan Ketua Masyumi Purwodadi Sujuta. Kesatuan ini kemudian bergabung dengan Kompi Sukanto dari batalyon yang saran, yang bertugas di garis demarkasi Demak- Dempet-Godong. Pasukan ini sebelum melanjutkan gerakkannya ke kota Kudus lewat Brati dan Klambu oleh Komandan Brigade 12 Letnan Kolonel Kusno Utomo, diperintahkan untuk menduduki Godong dengan tugas membersihkan daerah sekitar garis demarkasi yang masih dijaga oleh pasukan Polisi Keamanan (PK) yang pro PKI. Kota Kudus harus segera dikuasai karena di sana banyak pabrik rokok, yang harus diselamatkan. Untuk gerakan operasi ke kota Kudus ini maka Pasukan dibagi dalam dua kelompok.

Kelompok pertama, langsung dipimpin oleh Dan Yon Mayor A. Kosasih, yang terdiri dari Ki I (Kapten Ishak Djuarsa), Ki II (Kapten Lucki Anwar), Ki Brimob dan Ki TP. Kelompok ini bergerak dengan kendaraan, dan langsung merebut Kudus.

Kelompok Kedua, dengan kekuatan dua kompi, di bawah pimpinan Kapten Tarmat (Dan Ki IV), yang terdiri dari Ki III (Kapten Rojak) dan Ki IV. Kelompok kedua ini sebagai pasukan cadangan, bertugas sebagai penghadang pasukan pemberontak yang melarikan diri dari Kudus. Sedangkan satuan Artileri di bawah pimpinan Kapten A. Satari mendapat perintah bergerak dari Purwodadi melalui jalan raya langsung ke Kudus. Dalam operasi ini Batalyon Kosasih mendapat bantuan dari Tim Medis di bawah pimpinan Letnan Kolonel dr. Gunawan. Kudus dapat dibebaskan pada tanggal 26 Oktober 1948 pukul 06.30. Pasukan pemberontak yang mempertahankan kota Kudus berkekuatan satu batalyon, dari Brigade Soediarto. Batalyon Kudus ini mula-mula dipimpin oleh Mayor Sutamo, namun kemudian ia dipecat oleh Letkol Soediarto, dan diganti oleh seorang yang pro PKI. Sebagian anggota batalyon telah meninggalkan Kudus sebelum diserbu. Mereka mengundurkan diri ke sekitar Klambu.

Keamanan di Kudus dan sekitarnya sangat rawan, karena sisa­sisa pasukan PKI berada di sekitar daerah ini. Mayor Munadi sebagai Perwira Teritorial segera mengambil langkah- Iangkah pengamanan, sementara itu operasi pembersihan diteruskan ke daerah lain di sekitar kota.

Dengan didudukinya kota Kudus oleh TNI, maka gerakan operasi ke utara dinyatakan selesai. Selanjutnya tugas diteruskan dengan operasi pembersihan ke pedalaman sekitar daerah kekuasaan masing-masing batalyon, yaitu :

– Batalyon. A. Kosasih di daerah Kudus,

– Batalyon Kala Hitam (Kemal Idris) di daerah Pati,

– Batalyon Soeryosoempeno di daerah Purwodadi, dan

– Batalyon Daeng di daerah Blora.

Hasil dari operasi pembersihan di karesidenan Pati ini ditangkap beberapa orang tokoh PKI, baik tokoh lokal maupun nasional antara lain Maruto Darusman, dr. Wiroretno, Misbach komandan Biro Perjuangan Jepara, Mudigdo, Kepala Polisi PKI Pati, Suartomo (Pepolit), S. Kama Residen PKI Semarang dan S.K. Trimurti serta Francisca Fangiday. Tanggung jawab mengenai rahanan ini diserahkan kepada Polisi Militer di bawah pimpinan Letnan Harun.

Pos Komando Batalyon (Posko Yon) A. Kosasih yang berada di desa Babalan, dijaga oleh Ki II (Kapten Lucki Anwar Ichwan) yang dibantu oleh satuan Artileri di bawah pimpinan Kapten A. Satari. Dua kompi lainnya (Ki III Kapten Rojak dan Ki IV Kapten Tarmat) mengadakan operasi pembersihan di daerah sekitar Kudus” karena sejak berada di Solo telah mendapat informasi bahwa pasukan pemberontak dari Brigade Sujoto dan Brigade Sudiarto berada di daerah sekitar Kudus.

Ketika dua kompi Batalyon A. Kosasih sedang mengadakan pembersihan ke sekitar kecamatan Klambu, yang jaraknya kira­kira 12 kilometer dari Babalan, mereka dihadang oleh pasukan pemberontak. Ternyata mereka adalah bagian dari pasukan Brigade Jadau (TLRI) dengan sisa batalyon PKI yang mundur dari Kudus dan terpisah dari induk pasukannya. Kemudian terjadi kontak senjata pada jarak dekat. Selama kontak ini banyak pasukan PKI yang berhasil ditawan. Setelah kontak senjata, di pekarangan sebuah rumah penduduk di temukan uang kertas Rl (ORl) yang masih baru. Sebagian masih didalam kemasan. Kemudian diketahui bahwa uang tersebut, adalah uang Rl yang sah, yang akan diedarkan sebagai pengganti uang lama yang telah ditarik dari peredaran. Rupanya uang yang belum sempat beredar itu, sebagian memang pernah hilang diambil oleh pasukan PKI dari Percetakan uang di Madiun. Sejak hilangnya sejumlah uang yang belum sempat beredar itu, Pemerintah Rl menyatakan tidak berlaku lagi sebagai tanda pembayaran yang sah. Rupanya pasukan pemberontak telah dibekali dengan uang yang cukup oleh PKI, sehingga mereka tidak merasa tertipu.

***

[1]   Sumber : Buku “Komunisme di Indonesia Jilid II: Penumpasan Pemberontakan PKI 1948, Jakarta: Pusjarah TNI, 1999

[2]     Wawancara dengan Letjen TNI (Pur) R.A. Kosasih

[3]     Min Pao, 27 Oktober 1948

[4]     Min Pao, 27 Oktober 1948.

[5]     Wawancara dengan Aryono, Jakarta, 14 April 1976

[6]     Semula adalah Batalyon Sumadi

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.